MERAH PUTIH BENDERAKU
Oleh: A.A. Navis
Sang saka benderaku
aku kibarkan
merah putih berkibar-kibar
jauh sebelum proklamasi
dengan gelora di hati
debur berdebur di dada,
Sang saka merah putih
bendera negara
bekibar di puncak tiang
pada gedung
pada rumah
di kota
di dusun
di desa
di hari proklamasi
di tangan kecil murid sekolah
ketika presiden lewat
bagai hiasan bagi kebesaran
namun tak lagi mendegup
di rongga dada
bagai tak lagi punyaku
bendera itu.
Ketika di puncak tiang
pada gedung kota pendudukan musuh
berkibar si tiga warna
aku terluka
mataku tersebak
suaraku tersenak
mengapa tiang sang saka
bisa mengibarkan si tiga warna
begitu mudahnya.
Tegak berdiri di bawah tiang
menengadah aku memandang
si tiga warna di puncak tinggi
lalu menggerutu aku dan memaki
kau khianati kami
begitu mudahnya kau
berganti fungsi
dasar kerbau yang goblok
dasar babi
matilah kau.
Di lain hari aku datang
menengadah lagi di bawah tiang
aku membentaknya lantang
turunkan itu si tiga warna
atau robek birunya
segera.
Tiba-tiba tersadar diri
aku marahi diriku sendiri
karena hanya pandai
menyuruh dan memaki
agar si tiga warna diganti
dengan sang saka lagi.
Lima puluh tahun berlalu
sang saka benderaku
di puncak Hang
terus berkibar
tak tahu siang
tak tahu malam
tak tahu panas
tak tahu hujan.
Lima puluh tahun
benderaku berkibar terus
sampai warnanya lusuh
merahnya jadi coklat
putihnya jadi kelabu
ujung-ujungya pecah
karena saling menerpa
setiap angin bertiup
yang sering berubah arah
bila musim berganti.
Kini benderaku yang satu
tergantung kuncup di ujung tiang
basah kuyup diguyur hujan
ujung-ujungnya yang pecah
masih bergoyang sendu
sebagai tanda hidup
sebagaimana pada jantungku
dia tetap berkibar
dengan warnanya asri
ketika aku mula mengibarnya
lebih setengah abad silam
sebelum negaraku ada.
Padang, 18.08.00.
Leave A Comment