Bagi A.A. Navis, baik sistem maupun kurikulum pendidikan haruslah memandang kepada kondisi alam dimana manusia itu hidup. Kondisi alam tempat manusia hidup tidak sama. Perbedaan kondisi alam itulah yang membentuk watak manusianya. Alam subtropis yang bermusim salju memaksa manusia memiliki tradisi bekerja dan berpikir keras untuk mempertahankan hidupnya. Akibatnya mereka menjadi manusia berwatak dinamis, aktif dan kreatif. Norma dan kebudayaannya tumbuh dengan sendirinya. Sedangkan bangsa yang hidup di daerah tropis khatulistiwa yang tidak bermusim kontras dengan buminya yang subur memanjakan manusia yang mendiaminya. Seperti bangsa Indonesia yang hidupnya boleh bersantai-santai dan berleha-leha. Maka norma dan kebudayaannya pun terbentuk sendiri menurut pola hidup santai tersebut. Sehingga pada dasarnya mereka tidak menuntut perubahan hidup untuk lebih baik dari yang sudah ada. Dalam kondisi alam serta watak budaya demikian, tentulah bangsa Indonesia tidak bisa mencapai harkat yang sama dengan bangsa dari bumi subtropis itu.

Oleh karena itu, strategi pendidikan bangsa Indonesia baik sistem, metoda dan kurikulumnya haruslah mengacu kepada keseimbangan kemampuan otak, jiwa dan tangan. Dengan demikian, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang cerdas dengan jiwa yang baik, kritis, tidak suka diam dan memiliki etos kerja yang tinggi. Akan menjadi bangsa yang berwatak dinamis, aktif, kreatif dan produktif. Akan menjadi bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia, bermantagi dan memiliki harga diri yang tidak mudah dipatahkan.