KAABAH
Oleh A.A. Navis
Di sela-sela deretan bangunan tak tertata
dari atas bus yang melaju hampir tengah malam
kadang kala nongol menara Mesjidil Haram
berdebar jantung setiap pesona
dan kata hati bergumam
“Itulah dia yang aku tuju.”
Dua jam lewat tengah malam
aku dan istri langsung menemui Kaabah
guna melepas idaman lama terpendam
tak kenal kantuk
tak kenal lapar
tak kenal lelah.
Seperti tiba-tiba saja terpampang di hadapan
sosok segi empat hitam lebam di tengah malam
dalam gemerlapan lampu benderang
lama terpaku aku oleh pesona magisnya
yang tak tertanding menara tinggi di mana-mana
atau pencakar langit di kota dunia
dan dalam hatiku berkata:
“Inilah dia.”
Aku mau sembahyang
mengucapkan selamat datang ke Rumah Allah tapi
dimana aku bisa mendapat ruang
di antara ratusan ribu jemaah
yang khusuk berzikir dan berdoa
selagi menunggu Subuh tiba.
Kata hatiku tak mungkin ada tempat
yang selantai dengan Kaabah
“Ada,” gema suara malaikat
seketika kakiku menginjak lantai
tersedia ruang buatku
di antara dua jemaah Afrika
dan kepada-Nya aku bersyukur
pertanda ibadah hajiku akan mabrur.
24. 04. 94.
Leave A Comment